|
Sumber : Google |
Tentang menikah versi vivi, yap! Versi perempuan umur 22
tahun yang belum memiliki ilmu tentang masalah “ini”. Jadi maaf kalau apa yang
aku tulis disini berdasarkan analisaku dan ke sok tauanku hehe. Benar memang
menikah itu masalah siap atau tidak siap, serta mau atau tidak mau. Kalau aku? Tentu
aku mau dan (harus) siap. Kalau kamu tidak mau karena alasan ingin meniti karir
sampe gaji 30jt/bulan, menunda pernikahan, menunda kehamilan, dll silahkan saja
tetapi wajib menghargai pula perempuan yang menikah muda karena semua itu tentang "pilihan".
Ngomong-ngomong tentang menikah, yang paling awal yaitu
memiliki pasangan dulu (sudah jelas). Bulan januari ini kurang lebih satu tahun
aku kenalan sama Mas pacar. Bagaimana kami kenal dan bisa sampai seperti ini
bakal aku jelasin di next postingan aja pas ada moment unyu-unyu hehehe.
Bocoran buat yang bersedia mampir kesini buat baca sebentar,
orangtua Mas pacar ini sudah datang ke rumah buat “meminta aku”. Alhamdulillah dapet
restu dari mama dan bapak, tinggal gimana aku dan mas menjaga amanah ini supaya
kami berdua bisa benar-benar sampai pada hari yang berbahagia itu. Selalu ingat
bahwa Allah yang menentukan dan manusia hanya bisa berencana, tentu dengan
kalimat itu maka kami berencana
sebaik-baiknya versi manusia agar Allahpun merestui niat baik kami
(aamin).
Siapa sangka, setelah melewati patah hati, sakit hati, dan
hal-hal menyakitkan lainnya yang berhubungan dengan hati, Allah menggantikan
kesedihanku dengan datangnya lelaki yang langsung serius, seyakin itu sama aku
dan seberjuang itu untuk bikin aku selalu bahagia. Akupun selalu bersyukur akan
kehadirannya karena yang pertama, aku rasa kehadiran Mas pacar adalah jawaban
dari segala doaku. Pernah denger kan kalau berdoa sebaiknya rinci, oleh sebab
itu aku memperinci doaku seperti aku mau pasangan yang lebih tua, sudah
bekerja, dapat diterima dan menerima keluargaku begitupula sebaliknya, lebih
tinggi dari aku (point pertama dalam penampilan huehehe), orang jawa (maaf
bukan bermaksud rasis, cuman aku merasa jika budaya kami sudah sama maka akan
meniminalisir kecekcokan karena perbedaan kebudayaan). jika datang lelaki itu
dan ia yang terbaik maka dekatkanlah tapi jika dia bukan yang terbaik maka
tunjukkanlah pertanda-pertanda itu. Intinya kurang lebih seperti itu, dan
ketika Mas datang, wah hampir semua kriteria dia punya. Bonusnya banyak pula,
misalnya dia sangat pekerja keras dan orang yang memplanning segala galanya,
sangat sayang dengan ibunya, menunjukkan rasa sayangnya ke aku dengan perilaku
nyata bukan hanya kalimat manis semata.
Kedua, ibunya Mas itu sangaatt sayang sama aku. Mas pacar
pernah bilang bahwa baru kali ini ibunya bisa “eman” ke pacar anaknya. Waktu aku
ulangtahun, diberi kado, waktu ke toko dan liat sepatu, aku dibeliin sepatu,
bangun tidur pagi2pun sempatin ngechat aku buat sekedar menyapa “halo sayaangg,
selamat pagi” dll yang intinya aku merasa sangat diterima dikeluarga mas pacar.
(insyaAllah) akan menikah di umur 23, aku menolak dengan
tegas dibilang nikah muda. Aku maunya dibilang “nikah sedang” hahaha maksa sih,
tapi biarlahh. 25 kan katanya umur ideal, nah kalau 23 berarti masuk dalam umur
pertengahan #maksalagi. Sebenarnya cita-cita buat nikah habis S1 tuh udah
cita-cita banget, kayak selalu aku omongin tiap ditanya habis s1 mau ngapain. Nah
percaya bahwa ada malaikat disisimu maka bicaralah yang baik baik,insyaAllah
yang sering kamu lontarkan itu bisa terwujud dengan nyata :D
Kembali seperti yang aku bilang diatas bahwa mas pacar
adalah orang yang sangat terplanning, maka ia tau betul apa yang harus
dipersiapkan buat menikahi anak gadis. Misalnya sengaja membuka tabungan yang
hanya bisa diambil ketika jatuh tempo, pulang ke yogya setiap 2 minggu sekali
agar supaya kami berdua ttp “keep in touch”. Dalam suatu hubungan, memang benar
kehadiran itu sangat diperlukan, beda rasanya ketika bisa sering video call
dibandingkan dengan menghabiskan waktu 1 hari setengah buat jalan bersama (hari terbahagia hehehe). Dan yang
terpenting lagi nih, dia selalu (selaluuuu) tidak pernah lupa buat minta izin via whatsappke
mamaku kalau dia mau ke rumah. Kenapa? Karena mama bapak lebih
sering di luar yogya, biasa pengacara ; pensiunan banyak acara. Jadi walaupun
enggak ketemu tatap muka sama mama dan bapak, Mas selalu bilang dan izin kalau
mau kerumah dan ngajak aku untuk pergi jalan jalan.
Kalau dari kepribadiannya udah bisa dipegang, insyaAllah
yang namanya rezeki akan selalu mengalir dalam berbagai cara apapun. Benar sekali memang finansial
adalah masalah terutama dan sangat utama yang bisa membahagiakanmu atau malah
menyengsarakanmu (ketika tidak memiliki uang dan tabungan). Kalau kamu atau
kalian punya pacar yang sudah berkecukupan dari lahir, maka bersyukurlah. Kalau
orangtua pasnagan kalian bisa menurunkan kekayaannya pada anak-anaknya sehingga
ketika ia menikah, segala kebutuhan hidup seperti rumah dan kendaraan sudah
dimiliki, maka lebih bersyukurlah. Tapi tentu, kepribadian dimataku tetap
haruuuus dinilai. Jadi, jangan
terpatok hanya dengan 1 hal : uang. Ingat, uang yang terlalu banyak sekali
justru akan menjauhkanmu dari rasa bahagia sebab kurang bersyukur. Tetapi,
tidak memiliki uangpun maka akan kesusahan dalam menjalani hidup yang serba
mahal saat ini. maka bergayalah, hiduplah sesuai dengan kemampuan yang kita
miliki #ntaps.
Inti dari perbincangan sok-tau-ini adalah pernikahan dan
pasangan versi vivi adalah nikahilah lelaki yang mampu menafkahimu,
berkepribadian sebagaimana lelaki harus berkepribadian (bertanggung jawab, do
the best atau very the best buat orang-orang tercinta disekitarnya) serta
menikahlah disaat kamu mau dan yakin.
Tidak lupa, mintalah restu kedua orangtua maka niscaya hal
baik akan tercurah untuk hubungan kalian.
NB : mohon maaf kalau tulisan diatas terlalu banyak hal-hal yang "sok tau", hanya berniat sharing :)
Love, Vivi